Paparan saat kunjungan edukatif mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Bhayangkara Surabaya ke Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Jawa Timur.
METROTODAY, SURABAYA – Penipuan digital atau scam sejatinya dapat dihindari apabila masyarakat memahami peringatan dini, jenis, serta modus yang digunakan pelaku. Ketidakmampuan mengenali tanda-tanda awal penipuan kerap menjadi faktor utama yang membuat seseorang akhirnya terjebak sebagai korban.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr Fitria Widiyani Roosinda, S.Sos., M.Si. dalam kegiatan kunjungan edukatif Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bhayangkara Surabaya ke Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Timur, Kamis (11/12/2025).
Dalam paparannya, Dr Fitria menjelaskan bahwa scam berkembang seiring kemajuan teknologi dan rendahnya literasi digital masyarakat. Modus penipuan semakin beragam, mulai dari pesan singkat berisi tautan palsu, fake call, penipuan belanja online, hingga investasi bodong yang memanfaatkan tekanan psikologis korban.
”Banyak korban sebenarnya sudah menerima tanda-tanda peringatan dini, tetapi tidak menyadarinya. Ketika literasi digital rendah, pelaku dengan mudah memanipulasi emosi seperti rasa takut, tergesa-gesa, atau keinginan mendapatkan keuntungan instan,” paparnya.
Kegiatan kunjungan edukatif tersebut menghadirkan tiga narasumber dari berbagai instansi. Di antaranya, Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Timur dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Timur. Materi yang disampaikan mencakup antisipasi dan pencegahan penipuan online, perlindungan konsumen jasa keuangan, serta pentingnya kewaspadaan terhadap investasi ilegal dan pinjaman online ilegal.
Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Timur mengungkapkan bahwa Indonesia masih berada pada peringkat teratas dunia dalam kasus penipuan digital. Hingga Oktober 2025, total kerugian nasional akibat online scam mencapai Rp7,5 triliun. Penipuan belanja online menjadi modus terbanyak dan fake call merupakan jenis kejahatan dengan kerugian finansial terbesar.
Sementara itu, OJK Jawa Timur menyoroti masih adanya kesenjangan antara indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan nasional. Kondisi itu menunjukkan banyak masyarakat telah menggunakan produk keuangan, namun belum sepenuhnya memahami risiko yang menyertainya. Fenomena perilaku konsumtif seperti doom spending, YOLO, dan FOMO turut mendorong masyarakat terjebak dalam penipuan keuangan.
Melalui kegiatan kunjungan edukatif tersebut, mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya diharapkan mampu menjadi agen literasi digital di lingkungan masing-masing. Sekaligus memahami langkah cepat dan tepat dalam melaporkan indikasi penipuan kepada pihak berwenang.
Kegiatan edukatif itu menegaskan pentingnya kolaborasi antara akademisi, pemerintah, aparat penegak hukum, dan otoritas keuangan dalam membangun kesadaran publik guna menekan angka kejahatan scam digital di Indonesia. (dite)
Video yang memperlihatkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengikuti kesenian Sandur Madura menjadi viral di…
Berawal dari strategi hemat saat mendaftar event lari, siapa sangka justru lahir sebuah komunitas lari…
Fotografi jurnalistik tidak semata soal keindahan visual, tapi juga ketepatan konteks, kejujuran, dan nilai berita.…
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Bhayangkara Surabaya (UBHARA) menghadirkan solusi pengelolaan sampah ramah lingkungan.…
Dewan Pers dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyepakati kerja sama strategis guna menjamin terciptanya…
Pemkot Surabaya bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan Kepolisian mengintensifkan pengawasan harga,…
This website uses cookies.