WASPADA: Hujan dengan intensitas lebat yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan sejumlah wilayah di Surabaya seperti Simo Kalangan terendam banjir. (Foto: Ahmad/METROTODAY)
METROTODAY, SURABAYA – Sebagai kota metropolitan, Surabaya memiliki risiko tinggi terhadap bencana banjir, terutama saat musim hujan. Pakar teknik lingkungan Dio Alif Hutama mengingatkan perlunya antisipasi dini mengingat puncak musim hujan diprediksi baru akan terjadi pada Januari dan Februari 2026.
“Fenomena banjir yang muncul di beberapa wilayah Surabaya menunjukkan kapasitas infrastruktur drainase perkotaan Surabaya masih belum memadai, khususnya menghadapi fenomena cuaca ekstrem yang kerap terjadi. Permukaan tanah yang banyak tertutup beton membuat air tidak bisa meresap optimal, sementara saluran air di beberapa titik mengalami sedimentasi dan keterbatasan kapasitas,” jelasnya, Minggu (16/11).
Dio menjelaskan bahwa penyebab utama banjir adalah kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia. Curah hujan tinggi yang melebihi kapasitas drainase, penyumbatan saluran oleh sampah, serta banyaknya permukaan tertutup beton menjadi faktor utama.
“Makin banyaknya beton dan aspal di kawasan juga membuat air hujan tidak dapat meresap ke tanah secara alami sehingga mengalir langsung ke permukiman atau jalan,” tambahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Dio menyarankan Pemerintah Kota Surabaya untuk memastikan seluruh fasilitas penunjang pengendalian banjir berfungsi optimal sebelum memasuki musim hujan.
“Misalnya dengan melakukan normalisasi saluran, pompa air, pintu air, pintu laut yang menuju ke muara, serta memastikan proyek drainase yang ada segera diselesaikan,” ujarnya.
Dio juga menekankan pentingnya tata kelola kota yang baik dan terpadu. “Tata kelola kota yang baik untuk mengantisipasi banjir di Surabaya perlu dilakukan secara terpadu, tidak hanya berfokus pada perbaikan saluran, tetapi juga pada pengelolaan ruang kota secara berkelanjutan. Pemerintah harus memastikan tidak terjadi alih fungsi lahan resapan seperti ruang terbuka hijau dan lahan basah,” ungkap Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) ini.
Optimasi bozem atau kolam retensi di titik-titik rawan genangan juga dinilai penting sebagai penampung sementara air hujan. Dio juga menekankan pentingnya penegakan tata ruang yang dibarengi dengan edukasi dan partisipasi masyarakat dalam menjaga saluran air.
“Penanganan banjir di Surabaya harus dilakukan dengan kerjasama berbagai pihak. Pemerintah perlu memastikan infrastruktur pengendali banjir agar berfungsi optimal dan tata ruang kota dijalankan secara konsisten, sementara masyarakat juga harus berperan aktif menjaga lingkungan. Harapannya dengan sinergi yang baik dapat mewujudkan tata kota Surabaya yang nyaman,” pungkasnya. (ahm)
Tim relawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog, konselor, dan ahli…
Tiga stand warung semi permanen di Jalan Pawiyatan, Surabaya tepatnya belakang Aspol, terbakar, Sabtu (13/12)…
DALAM sebuah momen yang berlangsung sederhana namun sarat makna, di ruang yang hangat dan penuh kekeluargaan,…
Raperda tentang hunian yang layak, yang mencakup kebijakan perencanaan, pengelolaan, tata ruang, dan keberlanjutan hunian…
PWI Pusat menerbitkan tiga Surat Edaran (SE) untuk seluruh anggota se-Indonesia, yakni SE tentang Rangkap…
Masyarakat dihebohkan dengan video viral aksi pencopetan di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, beberapa waktu lalu.…
This website uses cookies.