Categories: Surabaya

Restorasi Gedung Negara Grahadi Surabaya: Pertahankan Material Tersisa, Pengganti Sesuai Zaman

METROTODAY, SURABAYA – Insiden pembakaran Gedung Negara Grahadi sisi barat pada Sabtu (30/8) malam lalu tidak hanya menimbulkan duka mendalam, tetapi juga sorotan tajam dari para ahli pelestarian cagar budaya.

Timoticin Kwanda, dosen Arstektur Petra Christian University (PCU) Surabaya yang ahli dalam bidang konservasi arsitektur, memberikan perspektif mendalam terkait pentingnya pelestarian cagar budaya dan konsekuensi hukum bagi perusaknya.

“Tentu saja kita prihatin dengan kejadian tersebut,” ujar Timoticin, Sabtu (6/9).

Timoticin Kwanda, dosen Arstektur Petra Christian University (PCU) Surabaya. (Foto: dok)

Ia menjelaskan bahwa Gedung Negara Grahadi, yang dibangun pada abad ke-18, adalah saksi bisu sejarah yang kaya dalam perkembangan awal Kota Surabaya.

Bangunan ini dilindungi secara hukum dan kerusakan yang disengaja terhadapnya merupakan tindakan kriminal.

“Gedung Negara Grahadi dilindungi secara hukum. Hal ini diatur dalam Permen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif SK no. PM.23/PW.007/MKP/2007,” tegasnya.

Ia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 101, yang secara eksplisit menyebutkan hukuman pidana bagi perusak cagar budaya.

Pelaku bisa dikenakan tindak pidana penjara maksimum 5 tahun atau denda paling banyak 1,5 milyar.

“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 101, secara eksplisit menyebutkan hukuman pidana bagi perusak cagar budaya. Pelaku bisa dikenakan tindak pidana penjara maksimum 5 tahun atau denda paling banyak 1,5 milyar,” jelasnya.

Setelah insiden terjadi, pendekatan terbaik adalah dengan memulai proses restorasi yang hati-hati.

“Sebagai bagian dari tindakan konservasi, restorasi dimulai dengan dokumentasi kerusakan bangunan. Berdasarkan dokumentasi itu, kemudian dilakukan perbaikan secara hati-hati,” jelasnya.

Ia mengaku untuk bagian yang masih dapat diperbaiki, maka menggunakan prinsip minimum intervensi guna mempertahankan material yang asli.

“Namun jika harus diganti, maka material yang baru harus sesuai dengan zamannya (bukan sama/copy), namun dibuat berbeda agar masyarakat dapat membedakan mana material asli dan mana yang baru,” pungkasnya. (ahm)

Jay Wijayanto

Recent Posts

Gubernur Aceh Mualem Terima Tim Relawan Unesa: Bantuan Kesehatan, Psikososial, dan Beasiswa Korban Banjir

Tim relawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang terdiri dari dokter, perawat, psikolog, konselor, dan ahli…

6 hours ago

Kebakaran di Belakang Aspol Pawiyatan Surabaya, 3 Warung dan 13 Motor Terbakar

Tiga stand warung semi permanen di Jalan Pawiyatan, Surabaya tepatnya belakang Aspol, terbakar, Sabtu (13/12)…

1 day ago

Profesor Tanpa Gelar

DALAM sebuah momen yang berlangsung sederhana namun sarat makna, di ruang yang hangat dan penuh kekeluargaan,…

1 day ago

Raperda Hunian Layak di Surabaya Masih Banyak Miss Persepsi, Aturan Rumah Kos Jadi Fokus

Raperda tentang hunian yang layak, yang mencakup kebijakan perencanaan, pengelolaan, tata ruang, dan keberlanjutan hunian…

1 day ago

PWI Pusat Terbitkan Edaran Soal Rangkap Jabatan, Perpanjangan KTA dan Donasi Kemanusiaan Bencana Sumatera

PWI Pusat menerbitkan tiga Surat Edaran (SE) untuk seluruh anggota se-Indonesia, yakni SE tentang Rangkap…

1 day ago

Copet Beraksi di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, KAI Daop 8 Tingkatkan Keamanan Jelang Nataru

Masyarakat dihebohkan dengan video viral aksi pencopetan di Stasiun Surabaya Gubeng Lama, beberapa waktu lalu.…

2 days ago

This website uses cookies.