METROTODAY, SURABAYA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Satu Cita menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya di Jalan Jagir, Wonokromo, Rabu (16/7).
Aksi ini merupakan bentuk protes keras terhadap dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang mencoreng dunia pendidikan, khususnya dalam acara perpisahan siswa di salah satu SMP Negeri di jantung Kota Surabaya.
Dengan membawa berbagai spanduk dan poster, para mahasiswa menyuarakan tuntutan agar Dispendik Surabaya tidak tinggal diam dan segera mengusut tuntas skandal dugaan pungli ini. Mereka juga mendesak agar sanksi tegas diberikan kepada pihak-pihak yang terbukti bertanggung jawab.
“Aksi ini adalah bentuk protes kami atas ketidakpedulian terhadap masalah pendidikan di Surabaya,” ujar Soleh, Koordinator Aksi Solidaritas Satu Cita, dengan nada lantang.
Kekecewaan mendalam dirasakan para mahasiswa atas respons yang dianggap lamban terhadap aduan masyarakat terkait dugaan pungli tersebut.
Soleh menambahkan, “Inovasi dalam kegiatan sekolah memang diperbolehkan, tetapi pungutan yang memberatkan wali murid jelas tak bisa ditoleransi dan ini adalah bentuk kezaliman!”
Ironisnya, aksi ini semakin mendapatkan sorotan tajam karena Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sebelumnya telah mengeluarkan imbauan tegas kepada seluruh sekolah di Surabaya untuk menghindari segala bentuk pungutan liar dalam acara perpisahan siswa.
Namun, imbauan tersebut seolah diabaikan mentah-mentah oleh pihak sekolah yang kini diduga melakukan praktik haram tersebut.
Para mahasiswa menuntut adanya transparansi dan keadilan yang hakiki dalam sistem pendidikan di Kota Pahlawan ini.
Mereka mendesak Dispendik Kota Surabaya untuk segera melakukan investigasi yang menyeluruh, tanpa pandang bulu, dan memberikan hukuman setimpal kepada oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan pungli di SMP Negeri tersebut.
Tak hanya itu, Solidaritas Satu Cita juga menyatakan komitmennya untuk terus mengawasi berbagai potensi dan dugaan pungutan biaya pendidikan lainnya di Surabaya.
Isu-isu krusial seperti praktik jual beli bangku sekolah, pungutan liar untuk Lembar Kerja Siswa (LKS), hingga pengadaan seragam sekolah juga menjadi fokus perhatian mereka.
“Kami berharap Dinas Pendidikan Surabaya tidak hanya memberikan janji, tetapi juga solusi nyata dan memastikan terwujudnya pendidikan yang berkeadilan, merata, dan bebas dari praktik pungli di Kota Surabaya,” pungkas Soleh yang menutup aksi dengan harapan adanya perubahan signifikan dalam pengelolaan pendidikan di Surabaya. (ahm)