METROTODAY, SURABAYA – Kabar mengejutkan datang dari Asrama Haji Embarkasi Surabaya. Dua calon jemaah haji lanjut usia (lansia) asal Jember yang tergabung dalam kloter 32 dilaporkan mengalami demensia secara tiba-tiba pada hari kedatangan mereka, Sabtu (10/5). Insiden ini sontak membuat panik pihak penyelenggara ibadah haji (PPIH) Embarkasi Surabaya.
Achmad Sadin (90), salah satu calon jemaah haji yang mengalami disorientasi, bahkan sempat membuat kehebohan dengan berlari keluar asrama sambil berteriak-teriak ingin kembali ke kampung halamannya di Tempurejo, Jember.
Sementara itu, Enjo Endin Parmo (70) juga menunjukkan gejala serupa dengan terus merengek ingin pulang ke Jenggawah, Jember, lantaran mengaku lupa memberi makan sapi peliharaannya. Kondisi memprihatinkan terlihat saat Enjo Endin seperti mencari-cari rumput di sekitar asrama.
Ketua Tim (Katim) Bidang Kesehatan PPIH Embarkasi Surabaya, dr. Mochamad Gesta Robi Farmawan, membenarkan adanya kejadian nahas tersebut.
“Betul, ada dua jemaah dari kloter 32 Jember yang mengalami perubahan kondisi mental. Satu orang saat ini sedang kami rawat intensif di RS Menur, sementara satu lainnya masih dalam penanganan tim medis di klinik Asrama Haji,” jelas dr. Gesta kepada awak media.
Lebih lanjut, dr. Gesta mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi Achmad Sadin. Menurutnya, kondisi demensia yang dialami Achmad tergolong berat, sehingga keberangkatannya ke Tanah Suci menjadi sangat diragukan.
“Keputusan akhir tentu ada di tangan pihak keluarga, namun dengan kondisi harus menjalani perawatan di rumah sakit, memang sangat tidak memungkinkan untuk yang bersangkutan diberangkatkan,” tuturnya dengan nada prihatin.

dr. Gesta menjelaskan bahwa perubahan lingkungan yang signifikan dan kesulitan beradaptasi dapat menjadi pemicu gangguan perilaku pada jemaah haji, terutama pada kelompok lansia.
“Biasanya, kondisi ini muncul akibat kecemasan yang tidak terkontrol. Jemaah kemudian mencari-cari alasan yang kuat bagi dirinya untuk bisa kembali pulang,” imbuhnya.
Meskipun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan oleh tim kesehatan, dr. Gesta mengakui bahwa kasus serupa masih sering terjadi setiap tahunnya.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengawasan ekstra ketat terhadap jemaah lanjut usia selama berada di asrama haji.
Di sisi lain, dr. Gesta memberikan solusi terkait status ibadah haji bagi jemaah yang mengalami demensia. Ia
menegaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, jemaah diperbolehkan untuk diwakilkan atau dibadalkan hajinya oleh anggota keluarga.
“Boleh saja hajinya dibadalkan ke anaknya atau anggota keluarga yang lain. Kasihan juga jika dipaksakan berangkat dengan kondisi seperti itu,” ujarnya.
Lebih jauh, dr. Gesta berharap agar pemerintah dan pihak terkait dapat merumuskan regulasi khusus yang lebih komprehensif dalam penanganan jemaah haji dengan gangguan daya ingat.
Langkah ini dianggap penting demi menjamin aspek kemanusiaan dan memberikan penanganan yang lebih baik pada musim-musim haji mendatang.
“Kita sangat membutuhkan political will dari para pemangku kebijakan agar kasus-kasus seperti ini dapat ditangani dengan lebih terstruktur dan manusiawi pada penyelenggaraan ibadah haji berikutnya,” harap dr. Gesta.
Insiden yang menimpa dua calon jemaah haji lansia asal Jember ini menjadi pengingat akan pentingnya perhatian dan pendampingan khusus bagi jemaah lanjut usia, terutama dalam menghadapi perubahan lingkungan dan tekanan psikologis selama proses ibadah haji.
Keluarga kedua calon jemaah haji tersebut dikabarkan sangat terpukul dengan kejadian ini dan tengah berkoordinasi dengan pihak PPIH untuk langkah selanjutnya. (*)