METROTODAY, SURABAYA – Dalam situasi bencana, konflik, dan keadaan darurat, kecepatan informasi bisa menjadi penentu keselamatan.
Menyadari hal itu, Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur menggagas inisiatif bersejarah yakni Maklumat Bersama Layanan Informasi Serta Merta.
Sebuah langkah kolaboratif lintas lembaga untuk menjamin keterbukaan informasi publik yang cepat, akurat, dan bertanggung jawab.
Kesepakatan ini dibahas dalam pertemuan virtual pada Jumat (9/5) yang diikuti oleh sejumlah badan publik strategis.
Antara lain Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG), Basarnas, Dinas Sosial, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas PU Bina Marga, Komisi Penyiaran Indonesia Derah (KPID) Jatim, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim.
Sebetulnya, KI Jatim juga meingkutsertakan perwakilan TNI dan Polri. Namun, masih berhalangan hadir.
Inovasi ini menjadi yang pertama di Indonesia, menandai era baru keterbukaan informasi dalam penanganan keadaan darurat.
“Inisiatif ini lahir dari amanat Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik segera mengumumkan informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak,” tegas Ketua KI Jatim, Edi Purwanto.
Menurut Edi, banyak badan publik sebenarnya telah melaksanakan kewajiban itu. Namun, belum ada sinergi yang terintegrasi di antara mereka.
Karena itu, KI Jatim mengambil langkah proaktif dengan memfasilitasi kolaborasi ini.
Maklumat Bersama tersebut rencananya akan ditandatangani secara resmi dalam peringatan Hari Keterbukaan Informasi Nasional (HAKIN) dan Hari Lahir ke-15 KI Jatim pada Kamis (15/5) mendatang, yang dijadwalkan dihadiri Gubernur Jawa Timur dan Ketua DPRD Jatim.
Ketua Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi KI Jatim, A. Nur Aminuddin menjelaskan, ada sembilan poin dalam Maklumat Bersama yang akan menjadi panduan pelayanan informasi serta merta. Di antaranya:
1. Menyediakan informasi yang menyangkut keselamatan publik secara cepat dan terbuka.
2. Melaksanakan Pasal 10 UU KIP secara aktif.
3. Melakukan koordinasi antar lembaga dalam penyampaian informasi darurat.
4. Menggunakan berbagai saluran resmi, seperti situs web, media sosial, dan kanal siaga.
5. Melibatkan masyarakat dan media dalam penyebaran serta pengawasan informasi.
6. Menjamin akuntabilitas dan membangun sistem informasi tanggap bencana yang andal.
7. Mengadakan evaluasi berkala untuk perbaikan berkelanjutan.
8. Menggelar pelatihan komunikasi darurat untuk PPID di tiap instansi.
9. Memastikan implementasi maklumat dengan komitmen tinggi dalam berbagai kegiatan kelembagaan.
“Setiap detik sangat berarti. Informasi yang terlambat bisa berdampak fatal. Inilah yang ingin kami cegah,” tegas Amin
“Hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang menyangkut keselamatan dan kehidupan mereka adalah hal yang tidak bisa ditawar. Lewat maklumat ini, kami ingin memastikan tidak ada informasi krusial yang terlambat disampaikan. Setiap detik sangat berarti,” tambah Amin.
Amin menegaskan, komitmen ini memperkuat sinergi antarbadan publik dengan tugas pokok berbeda namun saling melengkapi.
Misalnya, BPBD Jatim penyampai informasi kejadian bencana dan mitigasinya. Lalu, BMKG, penyedia peringatan dini cuaca ekstrem, gempa, dan tsunami.
Basarnas sebagai instansi pelaporan operasi penyelamatan dan evakuasi korban.
Dinas Sosial untuk penanganan dan distribusi bantuan untuk masyarakat terdampak, dan Dinas Kominfo sebagai motor utama pengelolaan informasi publik dan juru bicara pemerintah daerah.
‘’Kami juga mengajak KPID dan PWI, sebagai penguat distribusi informasi melalui media massa dan penyiaran yang bertanggung jawab. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas transparansi informasi publik serta mempercepat respon masyarakat terhadap kondisi krisis,’’ pungkasnya. (*)