24 C
Surabaya
23 July 2025, 7:35 AM WIB

Skandal Korupsi Rp9,7 M Rusunawa Tambaksawah Sidoarjo: Empat Mantan Kepala Dinas Jadi Tersangka, Tiga Eks Bupati Tunggu Bukti

METROTODAY, SIDOARJO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menetapkan empat orang mantan Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Sidoarjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah. Kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp9,75 miliar dan telah berlangsung selama 14 tahun dari 2008 hingga 2022.

Keempat mantan kepala dinas yang kini berstatus tersangka itu adalah S (Sulaksono), yang menjabat Kepala Dinas P2CKTR pada periode 2007-2012 dan 2017-2021; DP (Dwijo Prawiro) yang memimpin Dinas P2CKTR pada 2012-2014; ABT (Agoes Boedi Tjahjono) yang menjabat pada 2015-2017; dan HS (Heri Soesanto) yang merupakan Plt Kepala Dinas P2CKTR pada tahun 2022.

Ironisnya, dua dari empat tersangka ini masih aktif menduduki jabatan strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)  Sidoarjo. Dwijo Prawiro saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan Sidoarjo, sementara Heri Susanto adalah Kepala Badan Perencanaan Pendapatan Daerah (BPPD) Sidoarjo.

Dari keempatnya, Sulaksono dan Dwijo Prawiro langsung ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Rutan Kejati Jatim). Namun, Agoes Boedi Tjahjono dan Heri Soesanto tidak ditahan karena alasan kesehatan.

Agoes Boedi Tjahjono diketahui menderita pembengkakan jantung, jantung koroner, dan ada cairan di paru-parunya sehingga ditetapkan sebagai tahanan kota. Sedangkan Heri Soesanto belum memenuhi panggilan penyidik karena sedang menjalani perawatan di RSUD Sidoarjo akibat kecelakaan.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, Jhon Franky Yanafia Ariandi, menjelaskan bahwa para tersangka dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang milik daerah tidak menjalankan fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian sebagaimana mestinya.

“Fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian tidak dilakukan dengan semestinya. Ini melanggar Permendagri 152/2004 dan Permendagri 19/2016. Akibatnya, pendapatan daerah dari Rusunawa bocor dan tidak tercatat sebagaimana mestinya,” terang Franky.

Kerugian negara dari kebocoran ini diperkirakan mencapai Rp9,75 miliar sejak tahun 2008 hingga 2022.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.

Tak berhenti pada penetapan empat tersangka, kasus ini terus bergulir. Sebelumnya, penyidik Kejari Sidoarjo juga telah memeriksa tiga mantan Bupati Sidoarjo pada era 2008-2022. Mereka adalah Win Hendrarso, Saiful Ilah, dan Ahmad Muhdlor. Hal ini terkait penandatanganan kerja sama pengelolaan Rusunawa.

“Kepala daerah yang menandatangani kerja sama juga telah kami mintai keterangan, meski belum kami tetapkan sebagai tersangka karena belum cukup alat bukti,” tambah Franky.

Sebelum penetapan empat mantan kepala dinas ini, kasus Rusunawa Tambaksawah telah menyeret empat orang ke meja hijau sebagai terdakwa. Mereka adalah mantan Kepala Desa Tambaksawah periode 2021-2022 Imam Fauzi, yang diduga menikmati Rp1,3 miliar dari pengelolaan rusunawa.

Kemduian, mantan Ketua Pengelola Rusunawa 2008–2013 Bambang Sumarsono; Ketua Pengelola 2013–2022 Sentot Subagyo; dan anggota tim penyelesaian aset 2012–2013 Muhammad Rozikin. Salah satu terdakwa, Sentot, bahkan mengikuti persidangan secara daring dari rumah karena sakit. (red)

METROTODAY, SIDOARJO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menetapkan empat orang mantan Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Sidoarjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah. Kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp9,75 miliar dan telah berlangsung selama 14 tahun dari 2008 hingga 2022.

Keempat mantan kepala dinas yang kini berstatus tersangka itu adalah S (Sulaksono), yang menjabat Kepala Dinas P2CKTR pada periode 2007-2012 dan 2017-2021; DP (Dwijo Prawiro) yang memimpin Dinas P2CKTR pada 2012-2014; ABT (Agoes Boedi Tjahjono) yang menjabat pada 2015-2017; dan HS (Heri Soesanto) yang merupakan Plt Kepala Dinas P2CKTR pada tahun 2022.

Ironisnya, dua dari empat tersangka ini masih aktif menduduki jabatan strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)  Sidoarjo. Dwijo Prawiro saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan Sidoarjo, sementara Heri Susanto adalah Kepala Badan Perencanaan Pendapatan Daerah (BPPD) Sidoarjo.

Dari keempatnya, Sulaksono dan Dwijo Prawiro langsung ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Rutan Kejati Jatim). Namun, Agoes Boedi Tjahjono dan Heri Soesanto tidak ditahan karena alasan kesehatan.

Agoes Boedi Tjahjono diketahui menderita pembengkakan jantung, jantung koroner, dan ada cairan di paru-parunya sehingga ditetapkan sebagai tahanan kota. Sedangkan Heri Soesanto belum memenuhi panggilan penyidik karena sedang menjalani perawatan di RSUD Sidoarjo akibat kecelakaan.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, Jhon Franky Yanafia Ariandi, menjelaskan bahwa para tersangka dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang milik daerah tidak menjalankan fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian sebagaimana mestinya.

“Fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian tidak dilakukan dengan semestinya. Ini melanggar Permendagri 152/2004 dan Permendagri 19/2016. Akibatnya, pendapatan daerah dari Rusunawa bocor dan tidak tercatat sebagaimana mestinya,” terang Franky.

Kerugian negara dari kebocoran ini diperkirakan mencapai Rp9,75 miliar sejak tahun 2008 hingga 2022.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.

Tak berhenti pada penetapan empat tersangka, kasus ini terus bergulir. Sebelumnya, penyidik Kejari Sidoarjo juga telah memeriksa tiga mantan Bupati Sidoarjo pada era 2008-2022. Mereka adalah Win Hendrarso, Saiful Ilah, dan Ahmad Muhdlor. Hal ini terkait penandatanganan kerja sama pengelolaan Rusunawa.

“Kepala daerah yang menandatangani kerja sama juga telah kami mintai keterangan, meski belum kami tetapkan sebagai tersangka karena belum cukup alat bukti,” tambah Franky.

Sebelum penetapan empat mantan kepala dinas ini, kasus Rusunawa Tambaksawah telah menyeret empat orang ke meja hijau sebagai terdakwa. Mereka adalah mantan Kepala Desa Tambaksawah periode 2021-2022 Imam Fauzi, yang diduga menikmati Rp1,3 miliar dari pengelolaan rusunawa.

Kemduian, mantan Ketua Pengelola Rusunawa 2008–2013 Bambang Sumarsono; Ketua Pengelola 2013–2022 Sentot Subagyo; dan anggota tim penyelesaian aset 2012–2013 Muhammad Rozikin. Salah satu terdakwa, Sentot, bahkan mengikuti persidangan secara daring dari rumah karena sakit. (red)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/