31 C
Surabaya
16 July 2025, 17:01 PM WIB

Umar Patek, Dari Abu Ledakan ke Aroma Kopi: Ketika Pelaku Diampuni, Korban Ditinggalkan

METROTODAY, SURABAYA โ€“ Napiter Umar Patek merilis brand kopi racikannya. Namanya Ramu 1966. Nama itu adalah kebalikan namanya. Di-launching besar-besaran di Hedon Estate, Surabaya, Selasa (3/6) deretan tamu yang hadir mencakup nama-nama ternama di Surabaya.

Mulai selebgram, Bupati Sidoarjo Subandi, mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri Komjen Marthinus Hukom yang dulu memburu Umar Patek dan kini menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), sampai mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

Berdiri berkat jasa drg David Andreasmito, pebisnis, dokter gigi, sekaligus pemilik Hedon Estate, Umar menyebutkan kalau sekarang dia sudah tidak lagi merakit bom. โ€Sekarang saya memilih jalan yang berbeda,โ€ kata dia.

David mengungkapkan kalau dia ingin membantu Umar karena percaya lelaki yang bertugas merakit bom untuk serangan teroris di Bali dan Jakarta itu benar-benar berniat untuk mengubah jalan hidupnya menjadi lebih baik.

Umar Patek di Hedon Estate, Selasa (3/6/2025).(tia/metro today)

Umar sendiri mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah keluar dari Lapas Porong pada Desember 2022. Sampai kemudian, pada Januari 2023 dia bertemu David. Dari sanalah perjalanan bisnisnya dimulai. Kata Umar, dia tidak punya keahlian dan pekerjaan. Beberapa keterampilan pun dipelajari Umar lewat David yang mengenalkannya dengan beberapa usaha menengah rumahan.

Sampai kemudian, David disuguhi racikan kopi Umar saat berkunjung kerumahnya. โ€Dari situ saya yakin racikan kopi ini bisa dipasarkan. Terutama setelah saya meminta beberapa rekan saya yang mencintai kopi untuk mencicipinya,โ€ papar David.

Dan, Umar, yang dulu mendapat spotlight karena perbuatan kejinya, mendapat spotlight lagi malam itu. Undangan bertepuk tangan mendengar ceritanya dan seolah melupakan apa yang pernah dilakukannya. Betapa Indonesia ini memang negeri pemaaf.

Mantan teroris yang membunuh 202 orang dari bom rakitannya dan napiter yang kepalanya pernah dihargai USD 1 juta (setara Rp 10 miliar) oleh pemerintah Amerika Serikat itu, mengaku sudah tobat.

Tetapi, tidak semua merasa demikian. Di benua lain, masih ada korban aksi teroris Umar yang menyimpan luka yang tidak kunjung sembuh. Salah satunya Peter Hughes. Penyintas asal Australia yang selamat dari ledakan di Bali, menyebut Umar menjijikkan. Dia juga mengkritik sebagian masyarakat Indonesia yang masih memberikan tempat bagi mantan

โ€œKami tidak pernah diam terhadap manusia rendahan ini,โ€ ujarnya. โ€œSudah lebih dari 20 tahun, tapi masih banyak yang menderita dalam diam. Para teroris itu bisa masuk neraka,โ€ ujar Hughes seperti dikutip dari media Perth Now.

Hal yang sama dirasakan Phil Britten. โ€Umar Patek baru saja melakukan hal yang paling menjijikkan dan hina,โ€  kata Britten seperti dikutip 9News. โ€Orang ini dibebaskan lebih awal karena menunjukkan penyesalan. Tindakannya sekarang menunjukkan dia tidak menyesal,โ€ ujar Britten.

Saat kejadian bom Bali 2002, Britten berada di Bali bersama rekan-rekan timnya untuk merayakan kemenangan tim mereka, Kingsley Football Club, di grand final. Rekan-rekan satu timnya sedang berada di dalam klub malam yang penuh sesak di Kuta ketika mereka terkena ledakan lebih dari 900 kilogram bahan peledak yang disembunyikan dalam minivan. Umar yang membuat bom itu.

โ€œRasanya seperti ditabrak kekuatan yang sangat dahsyat, panas yang ekstrem, gaya yang terasa seperti selamanya tapi sebenarnya hanya beberapa detik, kami terlempar seperti boneka kain di udara,โ€ kenangnya.

Gigi depan Britten rontok terkena ledakan. Dia mengalami luka akibat serpihan dan luka bakar di sebagian besar tubuhnya. โ€œKami berubah dari sedang bersenang-senang menjadi berjuang untuk hidup,โ€ katanya.

Britten mengatakan dia bisa merasakan dan mencium bau bahan kimia yang digunakan untuk membuat bom. โ€œBaru ketika saya siuman dari koma di Royal Adelaide Hospital, Australia, saya tahu bahwa tujuh teman saya tewas malam itu,โ€ ujarnya. Britten bukan satu-satunya korban yang tidak percaya hari ini. 9News berbicara dengan sejumlah korban yang masih sangat marah dan hidup dengan trauma.

Chusnul Chotimah, penyintas bom Bali yang ikut datang dalam launching Ramu 1966 mengaku sudah memaafkan Umar setelah bertahun-tahun hidup dalam dendam. Tubuh Chusnul mengalami luka bakar sebanyak 70 persen. Dendam itu menetap sampai 2018 ketika dia mulai menerima kenyataan.

Tetapi, kehidupan tidak selalu seperti yang diharapkan. Chusnul menyebutkan kalau permintaan maaf Umar harus berwujud nyata untuk korban-korban seperti dia. Karena kalau Umar mengatakan tidak ada pintu yang terbuka untuk dia begitu keluar penjara, Chusnul menyebutkan hal yang sama terjadi pada dia. โ€Tidak ada yang mau menerima saya bekerja dengan kondisi seperti ini. Tolong lihat kami juga,โ€ kata Chusnul.

Memang, tidak semua mendapatkan privilege seperti Umar. Di luar sana ada puluhan juta masyarakat yang masih berjuang untuk menghidupi keluarga masing-masing tanpa privilege seperti itu.

Ada jutaan masyarakat yang hidup dalam kebaikan, kejujuran, berdedikasi, memiliki keahlian, namun tersingkir karena kondisi perekonomian Indonesia yang sedang tidak stabil.

Ada belasan juta lain yang baru-baru ini terkena gelombang PHK besar-besaran. Mereka berjuang tidak hanya sebulan, dua bulan, tetapi sepanjang hidup. Mereka tetap bertahan, berusaha, dan merapal mantera bahwa semua akan baik-baik saja meski terselip ketidakyakinan.

Namun malam itu, semua mata tertuju pada satu cerita penebusan dosa. Di balik tepuk tangan dan kopi yang diseduh hangat, kita dihadapkan pada pertanyaan yang lebih dingin dan getir: apakah kesempatan kedua hanya milik mereka yang pernah melakukan kejahatan besar dan mendapat sorotan luas?

Ataukah kita juga mampu memberi ruang bagi jutaan orang baik yang diam-diam bertahan dalam kesulitan tanpa pernah mendapat panggung? Di tengah aroma kopi Ramu 1966, pertanyaan itu menggantung, getir seperti ampas di dasar cangkir.(*)

METROTODAY, SURABAYA โ€“ Napiter Umar Patek merilis brand kopi racikannya. Namanya Ramu 1966. Nama itu adalah kebalikan namanya. Di-launching besar-besaran di Hedon Estate, Surabaya, Selasa (3/6) deretan tamu yang hadir mencakup nama-nama ternama di Surabaya.

Mulai selebgram, Bupati Sidoarjo Subandi, mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri Komjen Marthinus Hukom yang dulu memburu Umar Patek dan kini menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), sampai mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

Berdiri berkat jasa drg David Andreasmito, pebisnis, dokter gigi, sekaligus pemilik Hedon Estate, Umar menyebutkan kalau sekarang dia sudah tidak lagi merakit bom. โ€Sekarang saya memilih jalan yang berbeda,โ€ kata dia.

David mengungkapkan kalau dia ingin membantu Umar karena percaya lelaki yang bertugas merakit bom untuk serangan teroris di Bali dan Jakarta itu benar-benar berniat untuk mengubah jalan hidupnya menjadi lebih baik.

Umar Patek di Hedon Estate, Selasa (3/6/2025).(tia/metro today)

Umar sendiri mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah keluar dari Lapas Porong pada Desember 2022. Sampai kemudian, pada Januari 2023 dia bertemu David. Dari sanalah perjalanan bisnisnya dimulai. Kata Umar, dia tidak punya keahlian dan pekerjaan. Beberapa keterampilan pun dipelajari Umar lewat David yang mengenalkannya dengan beberapa usaha menengah rumahan.

Sampai kemudian, David disuguhi racikan kopi Umar saat berkunjung kerumahnya. โ€Dari situ saya yakin racikan kopi ini bisa dipasarkan. Terutama setelah saya meminta beberapa rekan saya yang mencintai kopi untuk mencicipinya,โ€ papar David.

Dan, Umar, yang dulu mendapat spotlight karena perbuatan kejinya, mendapat spotlight lagi malam itu. Undangan bertepuk tangan mendengar ceritanya dan seolah melupakan apa yang pernah dilakukannya. Betapa Indonesia ini memang negeri pemaaf.

Mantan teroris yang membunuh 202 orang dari bom rakitannya dan napiter yang kepalanya pernah dihargai USD 1 juta (setara Rp 10 miliar) oleh pemerintah Amerika Serikat itu, mengaku sudah tobat.

Tetapi, tidak semua merasa demikian. Di benua lain, masih ada korban aksi teroris Umar yang menyimpan luka yang tidak kunjung sembuh. Salah satunya Peter Hughes. Penyintas asal Australia yang selamat dari ledakan di Bali, menyebut Umar menjijikkan. Dia juga mengkritik sebagian masyarakat Indonesia yang masih memberikan tempat bagi mantan

โ€œKami tidak pernah diam terhadap manusia rendahan ini,โ€ ujarnya. โ€œSudah lebih dari 20 tahun, tapi masih banyak yang menderita dalam diam. Para teroris itu bisa masuk neraka,โ€ ujar Hughes seperti dikutip dari media Perth Now.

Hal yang sama dirasakan Phil Britten. โ€Umar Patek baru saja melakukan hal yang paling menjijikkan dan hina,โ€  kata Britten seperti dikutip 9News. โ€Orang ini dibebaskan lebih awal karena menunjukkan penyesalan. Tindakannya sekarang menunjukkan dia tidak menyesal,โ€ ujar Britten.

Saat kejadian bom Bali 2002, Britten berada di Bali bersama rekan-rekan timnya untuk merayakan kemenangan tim mereka, Kingsley Football Club, di grand final. Rekan-rekan satu timnya sedang berada di dalam klub malam yang penuh sesak di Kuta ketika mereka terkena ledakan lebih dari 900 kilogram bahan peledak yang disembunyikan dalam minivan. Umar yang membuat bom itu.

โ€œRasanya seperti ditabrak kekuatan yang sangat dahsyat, panas yang ekstrem, gaya yang terasa seperti selamanya tapi sebenarnya hanya beberapa detik, kami terlempar seperti boneka kain di udara,โ€ kenangnya.

Gigi depan Britten rontok terkena ledakan. Dia mengalami luka akibat serpihan dan luka bakar di sebagian besar tubuhnya. โ€œKami berubah dari sedang bersenang-senang menjadi berjuang untuk hidup,โ€ katanya.

Britten mengatakan dia bisa merasakan dan mencium bau bahan kimia yang digunakan untuk membuat bom. โ€œBaru ketika saya siuman dari koma di Royal Adelaide Hospital, Australia, saya tahu bahwa tujuh teman saya tewas malam itu,โ€ ujarnya. Britten bukan satu-satunya korban yang tidak percaya hari ini. 9News berbicara dengan sejumlah korban yang masih sangat marah dan hidup dengan trauma.

Chusnul Chotimah, penyintas bom Bali yang ikut datang dalam launching Ramu 1966 mengaku sudah memaafkan Umar setelah bertahun-tahun hidup dalam dendam. Tubuh Chusnul mengalami luka bakar sebanyak 70 persen. Dendam itu menetap sampai 2018 ketika dia mulai menerima kenyataan.

Tetapi, kehidupan tidak selalu seperti yang diharapkan. Chusnul menyebutkan kalau permintaan maaf Umar harus berwujud nyata untuk korban-korban seperti dia. Karena kalau Umar mengatakan tidak ada pintu yang terbuka untuk dia begitu keluar penjara, Chusnul menyebutkan hal yang sama terjadi pada dia. โ€Tidak ada yang mau menerima saya bekerja dengan kondisi seperti ini. Tolong lihat kami juga,โ€ kata Chusnul.

Memang, tidak semua mendapatkan privilege seperti Umar. Di luar sana ada puluhan juta masyarakat yang masih berjuang untuk menghidupi keluarga masing-masing tanpa privilege seperti itu.

Ada jutaan masyarakat yang hidup dalam kebaikan, kejujuran, berdedikasi, memiliki keahlian, namun tersingkir karena kondisi perekonomian Indonesia yang sedang tidak stabil.

Ada belasan juta lain yang baru-baru ini terkena gelombang PHK besar-besaran. Mereka berjuang tidak hanya sebulan, dua bulan, tetapi sepanjang hidup. Mereka tetap bertahan, berusaha, dan merapal mantera bahwa semua akan baik-baik saja meski terselip ketidakyakinan.

Namun malam itu, semua mata tertuju pada satu cerita penebusan dosa. Di balik tepuk tangan dan kopi yang diseduh hangat, kita dihadapkan pada pertanyaan yang lebih dingin dan getir: apakah kesempatan kedua hanya milik mereka yang pernah melakukan kejahatan besar dan mendapat sorotan luas?

Ataukah kita juga mampu memberi ruang bagi jutaan orang baik yang diam-diam bertahan dalam kesulitan tanpa pernah mendapat panggung? Di tengah aroma kopi Ramu 1966, pertanyaan itu menggantung, getir seperti ampas di dasar cangkir.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/