METROTODAY, SIDOARJO — Masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kabupaten Sidoarjo. Meski berbagai upaya telah dilakukan, pengelolaan sampah belum mencapai solusi optimal. Untuk itu, sinergi antara berbagai elemen masyarakat sangat dibutuhkan.
Pimpinan Daerah Aisyiyah Sidoarjo bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo menggagas sebuah langkah nyata melalui kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Sampah, yang dilangsungkan di Kampus 2 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), dan diikuti lebih dari 100 peserta dari berbagai unsur Aisyiyah se-Sidoarjo serta para guru IGABA.
Kepala DLHK Sidoarjo, Bahrul Amig, dalam sambutannya menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam mengelola sampah.
“Sudah saatnya kita semua taubat ekologi. Manusia terlalu egois, tidak memikirkan keberlanjutan anak cucunya,” tegasnya.
Amig juga mengungkap fakta mengejutkan: 72 persen masyarakat Indonesia masih abai terhadap isu lingkungan, termasuk sampah, meski telah ada regulasi berupa UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Ia menyayangkan bahwa masyarakat masih memaknai pengelolaan sampah sebatas “kumpul, angkut, buang”, tanpa upaya pengurangan dan daur ulang.
Sementara itu, Ketua PDA Sidoarjo, Muflikah, menjelaskan bahwa Aisyiyah memiliki komitmen terhadap lingkungan melalui lembaga LLHPB (Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana).
“Kami ingin Aisyiyah menjadi mitra DLHK dalam menyelamatkan lingkungan Sidoarjo. Ini amanah dari Allah, bahkan telah diingatkan dalam QS Ar-Rum ayat 41,” ujarnya.
Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo, Emir Firdaus, yang turut hadir, menyoroti pentingnya pengolahan sampah berbasis masyarakat dengan teknologi ramah lingkungan.
Ia mendorong adanya mesin pembakar sampah non-polutif untuk menghindari dampak buruk terhadap udara.
Salah satu pemateri, Syamsudduha Syahrorini, membawa perspektif gender dan iklim dalam isu lingkungan.
Ia menekankan bahwa perempuan dan anak-anak adalah kelompok paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, mulai dari gelombang panas hingga bencana alam.
“Di banyak negara, termasuk Indonesia, perempuan harus menempuh jarak lebih jauh demi akses pangan dan air bersih, yang meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender,” jelasnya.
Dalam rangka komitmen berkelanjutan, Aisyiyah juga meluncurkan program Islamic Green School.
Program ini menggandeng Plastic Bank Indonesia, serta mendorong sekolah-sekolah seperti TK ABA untuk aktif dalam pengelolaan sampah melalui bank sampah plastik, pembuatan video edukatif pemilahan sampah, pelatihan SPAB, dan simulasi bencana bekerja sama dengan BPBD Sidoarjo.
Menutup kegiatan, perwakilan DLHK, Suyanto Herlambang, memberikan contoh konkret pengelolaan sampah inovatif.
Di Buduran dan Tulangan, sampah plastik bisa ditukar dengan bawang. Ia juga mengajarkan pembuatan keranjang Takakura, teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi kompos.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat seperti Aisyiyah adalah kunci untuk menyelesaikan persoalan lingkungan.
Jika gerakan ini terus digelorakan, bukan tidak mungkin Sidoarjo bisa menjadi kabupaten yang berseri: bersih, indah, nyaman, dan sehat. (roz)