METROTODAY, SURABAYA – Pemerintah Kota Surabaya kembali menggenjot upaya pencegahan stunting melalui Gebyar Lomba Bersama Wujudkan Surabaya Emas (BWSE) Jilid IV yang dimulai 5 Juli hingga 30 Agustus 2025 ini menyasar 607 bayi di bawah dua tahun (baduta) dengan indikasi risiko stunting.
Ketua TP PKK Kota Surabaya, Rini Indriyani, atau yang akrab disapa Bunda Rini, menjelaskan fokus program kali ini berbeda dari sebelumnya.
“Berbeda dengan edisi sebelumnya, BWSE Jilid IV ini mengambil langkah proaktif dengan menargetkan 607 baduta yang menunjukkan indikasi T2, yaitu tidak mengalami kenaikan berat badan dua kali berturut-turut,” jelasnya di Kantor PKK Surabaya, Sabtu (5/7).
Sasaran tersebut, lanjut Bunda Rini, terdiri dari 150 bayi usia 0-6 bulan, 153 baduta usia 7-11 bulan, dan 304 baduta usia 12-24 bulan.
Data ini diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya dan telah diverifikasi bersama Ketua TP PKK Kelurahan dan Puskesmas setempat.
“Kami menyentuh dari hulu. Jangan sampai kondisi ini berlanjut menjadi stunting,” tegasnya.
Program BWSE Jilid IV memberikan intervensi terpadu, meliputi pemeriksaan tumbuh kembang, pemberian nutrisi tambahan (ikan dari DKPP, susu dari Dinkes, dan telur dari P’DAM Surya Sembada dengan pengganti ikan/daging untuk baduta alergi telur), serta pelatihan laktasi dan MPASI.
“Pendampingan tidak hanya sebatas gizi, namun juga melibatkan edukasi mengenai posisi menyuapi anak hingga pentingnya kebersihan lingkungan, dengan masukan dari berbagai disiplin ilmu. Kami lebih fokus pada bagaimana pola asuh anak ini, mendidik anak,” ujarnya.
Bunda Rini berharap program ini tidak hanya menurunkan angka stunting, tetapi juga menciptakan pola hidup sehat yang berkelanjutan bagi keluarga di Surabaya.
“Dua bulan ini cukup signifikan, saya rasa butuh upaya keras. Saya berharap para orang tua bisa konsisten,” pesannya.
Penilaian lomba melibatkan juri dari IDAI, FKM Unair, HIMPSI, Poltekkes Kemenkes, dan TP PKK Kota Surabaya. Indikator penilaian meliputi kesesuaian tumbuh kembang anak dengan KMS, kondisi rumah sehat, kreativitas orang tua dalam mengolah makanan, kualitas pendampingan TPK, dan capaian Kampung ASI.
Sementara itu Dr. dr. Mira Ermawati, Sp.A(K), konsultan dari IDAI Cabang Jawa Timur, yang turut terlibat dalam program ini, menekankan pentingnya pencegahan dini stunting, terutama pada bayi usia 0-6 bulan.
“Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa periode ini krusial karena bayi masih mengkonsumsi ASI eksklusif.
“Seringkali, kasus stunting berakar dari perlekatan ASI yang tidak baik atau kurangnya pemahaman ibu tentang pentingnya asupan protein hewani saat menyusui,” tambahnya.
IDAI melalui program 1 Puskesmas 1 Pediatrician (1P1P) memastikan setiap Puskesmas di Surabaya memiliki dokter spesialis anak untuk memudahkan konsultasi masyarakat. (ahm)