METROTODAY, SURABAYA — Tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Kamis (3/7) menjadi sorotan tajam kalangan akademisi dan pakar transportasi.
Tragedi yang menewaskan dan melukai sejumlah penumpang ini dianggap sebagai cerminan lemahnya sistem keselamatan pelayaran di Indonesia.
Dr. Ing Ir. Setyo Nugroho, pakar transportasi laut dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), mengungkapkan bahwa sebagian besar atau 90 persen kecelakaan kapal dipicu oleh kelalaian manusia (human error).
“Dan dari jumlah itu, 80 persennya disebabkan oleh penanganan muatan yang tidak tepat,” ungkapnya tegas saat diwawancarai di Surabaya, Kamis (3/7).
Ia menjelaskan bahwa penghitungan stabilitas kapal yang keliru serta minimnya perawatan mesin turut memperbesar risiko kecelakaan.
Dalam kasus KMP Tunu Pratama Jaya, Setyo menduga adanya kombinasi faktor penyebab mulai dari cuaca ekstrem, kesalahan prosedur operasional, hingga kondisi mesin yang kurang prima.
“Ini peringatan keras bahwa aspek keselamatan pelayaran kita masih sangat rentan,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS tersebut.
Setyo menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur operasional pelayaran di Indonesia.
Ia menyoroti pentingnya peningkatan standar perawatan kapal, pelatihan awak kapal, hingga sistem pemuatan yang lebih presisi.
“Sistem manajemen muatan harus diperbaiki. Kapal harus memuat sesuai kapasitas dengan stabilitas yang terukur akurat. Ini bukan pilihan, tapi kewajiban demi keselamatan jiwa,” tegasnya.
Sebagai solusi konkret, ia menyebut aplikasi iStow, sebuah teknologi penghitungan penataan muatan kapal, yang dikembangkan untuk mencegah kecelakaan akibat beban tak seimbang.
Aplikasi ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya poin 9 (industri, inovasi, dan infrastruktur) serta poin 14 (ekosistem laut).
“Perguruan tinggi seperti ITS memiliki tanggung jawab moral untuk ikut meningkatkan sistem keselamatan laut, tidak hanya di Indonesia, tapi juga secara global,” pungkasnya.
Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya membuka kembali luka lama tentang betapa pentingnya sinergi antara regulasi, teknologi, dan sumber daya manusia dalam menjamin keselamatan pelayaran nasional.(ahm)