25 C
Surabaya
14 May 2025, 6:32 AM WIB

Panglima TNI Kerahkan Pasukan Jaga Kejaksaan: Ini Alasan di Balik Kebijakan Kontroversial

METROTODAY, JAKARTA — Kebijakan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang mengerahkan prajurit TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia menuai sorotan publik.

Meski diklaim sebagai langkah rutin dan preventif, sejumlah pihak menilai keputusan tersebut berpotensi melanggar prinsip netralitas militer dalam ranah sipil.

Penjagaan yang melibatkan personel TNI di kantor kejaksaan tinggi (kejati) dan kejaksaan negeri (kejari) ini didasari Nota Kesepahaman (MoU) antara TNI dan Kejaksaan Agung yang diteken pada 6 April 2023, dengan Nomor NK/6/IV/2023/TNI.

Dalam MoU itu tercantum berbagai bentuk kerja sama, mulai dari pelatihan, pertukaran informasi, hingga pengamanan dan penugasan personel di lingkungan masing-masing lembaga.

“Surat telegram tersebut merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, dalam keterangan tertulis, Senin (12/5).

Kapuspen menegaskan bahwa dukungan tersebut hanya dilakukan atas permintaan resmi dan berdasarkan kebutuhan yang terukur.

Ia juga menekankan bahwa semua pelaksanaan kerja sama mengacu pada hukum yang berlaku serta tetap menjunjung tinggi profesionalitas dan netralitas TNI.

Isi Kerja Sama TNI-Kejaksaan

Beberapa poin penting dalam kerja sama ini meliputi:

  • Pendidikan dan pelatihan bersama.
  • Pertukaran informasi untuk penegakan hukum.
  • Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan RI.
  • Penugasan jaksa sebagai pengawas di Oditurat Jenderal TNI.
  • Dukungan hukum dan pengamanan oleh TNI.
  • Pendampingan hukum untuk TNI dalam perkara perdata dan tata usaha negara.
  • Pemanfaatan fasilitas dan sarana prasarana.
  • Koordinasi teknis dalam penyidikan perkara koneksitas.

Sebagai bagian dari implementasi MoU, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengeluarkan Surat Telegram Nomor ST/1192/2025 tanggal 6 Mei 2025, yang memerintahkan pengerahan satu peleton (30 personel) di tingkat kejati dan satu regu (10 personel) di tingkat kejari.

Dalam praktiknya, penempatan akan dibagi dalam kelompok kecil, dua hingga tiga orang, menyesuaikan dengan kebutuhan daerah.

Dukungan atau Pelanggaran Konstitusi?

Meskipun TNI dan Kejaksaan menyatakan kebijakan ini sebagai bentuk sinergi antar-lembaga, kritik tajam datang dari koalisi masyarakat sipil. Mereka menilai pengerahan militer ke institusi sipil dapat mengaburkan batas antara otoritas sipil dan militer, serta menimbulkan kekhawatiran soal kembalinya dwifungsi ABRI.

Namun pihak kejaksaan menilai sebaliknya. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyebut bahwa pengamanan ini merupakan bentuk dukungan TNI terhadap pelaksanaan tugas-tugas Kejaksaan RI.

“Ini adalah bentuk kerja sama kelembagaan yang sah. Kehadiran TNI di kantor kejaksaan dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan institusi dalam menjalankan fungsinya,” jelas Harli.

Mayjen Kristomei juga kembali menegaskan bahwa TNI tetap memegang teguh prinsip netralitas, profesionalitas, dan sinergi.

Menurutnya, keterlibatan prajurit dalam pengamanan lembaga kejaksaan merupakan pengejawantahan dari tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam undang-undang, yakni melindungi bangsa dan negara dari segala ancaman.

Namun demikian, publik kini menanti langkah transparan dan pengawasan ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini agar tidak menimbulkan ketegangan antara militer dan sipil, serta menjamin tidak terjadi penyimpangan wewenang di lapangan. (*) 

METROTODAY, JAKARTA — Kebijakan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang mengerahkan prajurit TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia menuai sorotan publik.

Meski diklaim sebagai langkah rutin dan preventif, sejumlah pihak menilai keputusan tersebut berpotensi melanggar prinsip netralitas militer dalam ranah sipil.

Penjagaan yang melibatkan personel TNI di kantor kejaksaan tinggi (kejati) dan kejaksaan negeri (kejari) ini didasari Nota Kesepahaman (MoU) antara TNI dan Kejaksaan Agung yang diteken pada 6 April 2023, dengan Nomor NK/6/IV/2023/TNI.

Dalam MoU itu tercantum berbagai bentuk kerja sama, mulai dari pelatihan, pertukaran informasi, hingga pengamanan dan penugasan personel di lingkungan masing-masing lembaga.

“Surat telegram tersebut merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya,” ujar Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, dalam keterangan tertulis, Senin (12/5).

Kapuspen menegaskan bahwa dukungan tersebut hanya dilakukan atas permintaan resmi dan berdasarkan kebutuhan yang terukur.

Ia juga menekankan bahwa semua pelaksanaan kerja sama mengacu pada hukum yang berlaku serta tetap menjunjung tinggi profesionalitas dan netralitas TNI.

Isi Kerja Sama TNI-Kejaksaan

Beberapa poin penting dalam kerja sama ini meliputi:

  • Pendidikan dan pelatihan bersama.
  • Pertukaran informasi untuk penegakan hukum.
  • Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan RI.
  • Penugasan jaksa sebagai pengawas di Oditurat Jenderal TNI.
  • Dukungan hukum dan pengamanan oleh TNI.
  • Pendampingan hukum untuk TNI dalam perkara perdata dan tata usaha negara.
  • Pemanfaatan fasilitas dan sarana prasarana.
  • Koordinasi teknis dalam penyidikan perkara koneksitas.

Sebagai bagian dari implementasi MoU, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengeluarkan Surat Telegram Nomor ST/1192/2025 tanggal 6 Mei 2025, yang memerintahkan pengerahan satu peleton (30 personel) di tingkat kejati dan satu regu (10 personel) di tingkat kejari.

Dalam praktiknya, penempatan akan dibagi dalam kelompok kecil, dua hingga tiga orang, menyesuaikan dengan kebutuhan daerah.

Dukungan atau Pelanggaran Konstitusi?

Meskipun TNI dan Kejaksaan menyatakan kebijakan ini sebagai bentuk sinergi antar-lembaga, kritik tajam datang dari koalisi masyarakat sipil. Mereka menilai pengerahan militer ke institusi sipil dapat mengaburkan batas antara otoritas sipil dan militer, serta menimbulkan kekhawatiran soal kembalinya dwifungsi ABRI.

Namun pihak kejaksaan menilai sebaliknya. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyebut bahwa pengamanan ini merupakan bentuk dukungan TNI terhadap pelaksanaan tugas-tugas Kejaksaan RI.

“Ini adalah bentuk kerja sama kelembagaan yang sah. Kehadiran TNI di kantor kejaksaan dimaksudkan untuk memperkuat perlindungan institusi dalam menjalankan fungsinya,” jelas Harli.

Mayjen Kristomei juga kembali menegaskan bahwa TNI tetap memegang teguh prinsip netralitas, profesionalitas, dan sinergi.

Menurutnya, keterlibatan prajurit dalam pengamanan lembaga kejaksaan merupakan pengejawantahan dari tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam undang-undang, yakni melindungi bangsa dan negara dari segala ancaman.

Namun demikian, publik kini menanti langkah transparan dan pengawasan ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini agar tidak menimbulkan ketegangan antara militer dan sipil, serta menjamin tidak terjadi penyimpangan wewenang di lapangan. (*) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

Artikel Terkait

/