METROTODAY, JAKARTA – Tak banyak orang yang bisa berkata bahwa hidup mereka berubah karena ditolak. Spencer Silver adalah salah satu yang bisa.
Ia bukan selebriti, bukan tokoh politik, melainkan seorang kimiawan pendiam yang bekerja di sebuah laboratorium riset di perusahaan multinasional asal Amerika Serikat, 3M.
Pada tahun 1968, Dr. Silver tengah mencoba menciptakan perekat superkuat untuk aplikasi di industri pesawat terbang. Ia membayangkan hasil eksperimen itu akan memperkuat sayap-sayap logam raksasa.
Yang terjadi justru sebaliknya. Ia menciptakan perekat yang nyaris tidak lengket. Mudah dilepas, tidak meninggalkan bekas, dan tampaknya… tidak berguna.
Tapi Silver melihat sesuatu yang orang lain tidak lihat. Ia menyebut penemuannya itu “unik” dan menghabiskan bertahun-tahun berkeliling di dalam perusahaan, menyampaikan seminar kepada rekan-rekannya dengan harapan satu di antara mereka melihat potensi yang ia yakini. Karena kegigihannya, ia pun dijuluki “Mr. Persistent.”
Selama bertahun-tahun, tak ada satupun ide produk yang lahir dari perekat itu. Sampai akhirnya, pada suatu hari yang biasa di lapangan golf 3M, seorang kolega menceritakan penemuan Silver kepada Art Fry, insinyur kimia dari divisi pita perekat.
Beberapa hari kemudian, di latihan paduan suara, Fry merasa frustrasi karena penanda lagu di himnalnya selalu jatuh. Ia butuh penanda yang menempel tapi tidak merusak halaman. Dan saat itulah ia ingat akan perekat Silver.
Dengan menggabungkan ide Fry dan perekat Silver, lahirlah awal mula Post-it Notes.
Namun produk ini pun tidak langsung diterima. Peluncuran pertama pada tahun 1977 gagal total. Orang-orang tidak mengerti apa manfaat kertas kecil yang bisa ditempel dan dilepas itu.
Tapi seperti Silver, tim ini tidak menyerah. Mereka mencoba strategi distribusi gratis di kota Boise, Idaho.
Mereka membagikan kotak-kotak Post-it secara gratis kepada para sekretaris CEO dan staf kantor lainnya. Mereka ingin tahu, apakah orang-orang yang benar-benar menggunakan dokumen setiap hari akan melihat kegunaannya.
Dan hasilnya mengejutkan: 90 persen dari mereka yang mencoba ingin membeli lagi. Tanpa iklan besar-besaran, hanya dari mulut ke mulut, Post-it meledak di pasaran dan menjadi salah satu ikon terbesar dari 3M.
Post-it Notes pun resmi diluncurkan secara nasional pada tahun 1980 dan menjadi fenomena global. Kini, lebih dari tiga ribu varian produk Post-it dipasarkan di seluruh dunia.
Spencer Silver tak hanya berhasil menciptakan sesuatu yang menempel pada permukaan, ia menciptakan sesuatu yang menempel dalam keseharian manusia modern.
Spencer Silver bukan hanya penemu, tapi simbol dari sebuah kebenaran yang sering kita lupakan: bahwa tidak semua kegagalan adalah akhir.
Terkadang, kegagalan adalah awal dari sesuatu yang luar biasa, asal kita cukup tekun untuk mempercayainya.
Dalam wawancaranya dengan CNN, Silver berkata bahwa Post-it adalah produk yang “mengiklankan dirinya sendiri.” Orang melihat, memainkan, dan langsung mencari tahu di mana bisa membelinya.
Tanpa gembar-gembor, Post-it menyebar melalui rasa penasaran dan kebutuhan nyata. Persis seperti ketekunan Silver yang pelan-pelan namun pasti, menempel dan menetap di sejarah inovasi.
Spencer Silver wafat pada 8 Mei 2021 di usia 80 tahun, akibat gangguan jantung yang telah ia tanggulangi selama hampir tiga dekade sejak transplantasi.
Ia meninggalkan istri, Linda, seorang programmer komputer yang menggunakan Post-it untuk menandai bug di dokumen cetakannya; seorang putri, Jennifer; dan dua cucu. Satu putrinya, Allison, telah lebih dulu meninggal pada 2017.
Kisah hidup Spencer Silver telah ditulis oleh Richard Sandomir dalam The New York Times, 13 Mei 2021.
Di sana, Silver digambarkan bukan hanya sebagai ilmuwan, tapi sebagai pelukis, pemikir, dan seorang yang tidak pernah berhenti percaya.
Mungkin itulah warisan sejati Spencer Silver: tentang keyakinan bahwa sebuah ide, sekecil apapun, bisa mengubah dunia… selama kita cukup gigih untuk terus menempelkannya, lagi dan lagi.
Kisah Post-it bukan hanya tentang inovasi, tapi tentang ketekunan. Tentang keyakinan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari cerita, melainkan awal dari perjalanan yang lebih bermakna.
Dan kisah ini bukanlah kisah unik satu-satunya. Naskah J.K. Rowling pernah 12 kali ditolak oleh penerbit sebelum akhirnya Harry Potter menjelma menjadi fenomena.
Sylvester Stallone pernah ditolak lebih dari 1.500 kali saat mencoba menjual naskah Rocky, karena dia bersikeras ingin memerankan tokoh utama.
Bahkan saat keuangannya sangat sulit, dia menolak tawaran besar jika tidak ikut main. Akhirnya, studionya setuju dan Rocky memenangkan Oscar dan melambungkan namanya.
Oprah Winfrey pernah dipecat dari pekerjaan awalnya sebagai reporter televisi karena dianggap “tidak cocok untuk TV”.
Namun ia tetap melanjutkan kariernya dan menciptakan The Oprah Winfrey Show, acara talk show paling berpengaruh dalam sejarah.
Bahkan Lady Gaga – penyanyi dan Ikon pop dunia, label rekaman pertamanya memecatnya hanya tiga bulan setelah menandatangani kontrak.
Tapi dia tidak berhenti. Dia terus menulis lagu, tampil di klub kecil, dan membangun audiens sendiri hingga akhirnya menjadi megabintang dan ikon budaya pop.
Mereka semua memiliki satu kesamaan: keberanian untuk tetap melangkah, meski pintu-pintu ditutup di hadapan mereka. Sama seperti Post-it, mereka tak menyerah pada penilaian awal. Mereka terus mencoba hingga akhirnya dunia menyadari nilai mereka.
Karena kadang, yang kita butuhkan bukanlah ide sempurna sejak awal, tapi keberanian untuk percaya pada potensi sesuatu—dan tekad untuk terus berdiri meski berkali-kali dijatuhkan. Dan dari sanalah, legenda lahir. (Edhy Aruman)