METROTODAY, SURABAYA – Inovasi pengelolaan sampah kembali mencuat dalam forum Youth City Changers (YCC) 2025, sebagai bagian dari Musyawarah Nasional (Munas) VII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Kota Surabaya.
Dua delegasi muda asal Surabaya yakni Nova Sri Widawati dan Mohamad Riski membawa solusi berbasis teknologi bertajuk Smart Waste Sorting guna mendukung pengurangan timbunan sampah sejak dari rumah.
Melalui platform aplikasi digital, keduanya yang juga anggota aktif Surabaya Next Leader (SNL) mengusung kolaborasi lintas sektor atau pentahelix yang melibatkan masyarakat, pemerintah, industri, hingga pelaku usaha. Inovasi ini ditujukan untuk memperkuat sistem yang sudah ada, seperti aplikasi Si Basam milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
“Smart Waste Sorting adalah pengembangan dari Si Basam. Kami ingin menjadikan aplikasi ini ruang kolaborasi yang lebih inklusif untuk semua pemangku kepentingan,” jelas Nova di Surabaya, Selasa (6/5).
Nova yang juga mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ini menyampaikan bahwa budaya memilah sampah harus dimulai dari rumah tangga.
Ia pun menggagas slogan “Satu Kali Pilah Sampah, Sejuta Manfaat untuk Bumi” sebagai ajakan agar warga lebih sadar lingkungan.
Hal ini dianggap krusial mengingat tingginya volume sampah dari sektor rumah makan dan kafe di kota metropolitan seperti Surabaya.
Sebagai pendiri gerakan Puan in Action yang bergerak di isu lingkungan, Nova juga membagikan pengalamannya dalam pengomposan sampah organik skala rumah tangga.
Ia berharap inisiatif ini bisa bersinergi dengan program Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya.
“Pengelolaan sampah adalah bagian dari aksi iklim. Jika tidak kita tangani sekarang, krisis lingkungan akan semakin buruk,” tegasnya.
Sementara itu, Mohamad Riski, mahasiswa Administrasi Negara Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyoroti peran strategis generasi muda sebagai agen perubahan.
Ia menekankan pentingnya edukasi dan keteladanan dalam memilah sampah organik dan anorganik.
“Sampah organik bisa jadi kompos, sedangkan anorganik bisa diolah menjadi barang bernilai ekonomi. Ini potensi ekonomi sirkular yang belum tergarap maksimal,” ujar Riski.
Keduanya optimistis solusi ini dapat berkontribusi pada sistem pengelolaan sampah yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Bahkan, mereka melihat peluang terciptanya lapangan kerja baru melalui pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular dan blue economy.
“Permasalahan sampah memang kompleks, tapi lewat forum YCC APEKSI 2025 ini kami ingin membuka ruang dialog dan merangkum ide-ide solutif,” pungkas Riski. (*)